zmedia

Hanif Fathurrahman: Advokat Muda Harus Turun ke Akar, Bantu Masyarakat Kecil

(Doc. Istimewa) Hanif Fathurrahman
HARIANCENDEKIA, MALANG - Ketua Badan Debat Fakultas Hukum Universitas Islam Malang (FH Unisma), Hanif Fathurrahman, menyerukan agar advokat muda tidak hanya mengejar perkara bernilai miliaran rupiah, tetapi juga terjun membantu masyarakat kecil yang kerap kesulitan mengakses keadilan.

Seruan tersebut ia sampaikan dalam podcast Komentator yang tayang di kanal YouTube Roominesia. Dalam episode tersebut, Hanif membahas potret keadilan di Indonesia, lengkap dengan kritik, analisis hukum, dan sentuhan humor khasnya.

“Ada pro bono dan prodeo untuk membantu masyarakat miskin, tapi kita tidak bisa menutup mata bahwa hasilnya sering berbeda dibanding advokat yang dibayar mahal. Advokat muda harus menaruh hati untuk membantu masyarakat kecil,” tegasnya.

Hanif menekankan, prinsip equality before the law tidak cukup hanya tertulis di undang-undang. Ia menilai kesetaraan hukum harus diiringi kesetaraan akses, tanpa memandang status sosial atau kemampuan finansial.

“Mau orang kaya atau miskin, peluang mendapat keadilan itu harus setara. Faktanya, realitas di lapangan sering tidak demikian,” kata peraih juara National University Debating Championship (NUDC) tersebut.

Dalam obrolan santai namun sarat makna itu, Hanif juga mengingatkan Pasal 53 KUHP baru yang mewajibkan hakim mendahulukan keadilan di atas kepastian hukum. Ia mencontohkan kisah viral seorang nenek miskin yang dipidana karena mencuri kakao untuk bertahan hidup, namun hakim juga memvonis hadirin sidang membayar denda karena membiarkan kemiskinan menjadi pemicu kejahatan.

Hanif memaparkan bahwa paradigma hukum Indonesia kini bergerak dari retributive justice menuju restorative justice yang lebih mengutamakan kepentingan korban. Ia mengibaratkan hukum sebagai perahu menuju pulau keadilan, dengan etika sebagai bahteranya.

“Kalau perahunya bocor, pasti tenggelam. Kita butuh tiga hal: legal structure (penegak hukum), legal substance (aturan), dan legal culture (budaya hukum). Kalau salah satunya hilang, jangan harap kapal keadilan sampai tujuan,” ungkapnya.

Menutup pembicaraan, Hanif mengajak semua pihak, terutama generasi muda di bidang hukum, untuk melihat keadilan sebagai perjuangan yang memerlukan keberanian dan pengorbanan.

“Keadilan itu sama seperti cinta, ia harus diperjuangkan sepenuh hati agar tidak bertepuk sebelah tangan,” tutupnya. (*)

*) Pewarta: A. Fauzi
**)  Seluruh isi berita, artikel, atau opini sepenuhnya tanggung penulis, tidak menjadi tanggungjawab redaksi.
ADVERTISMENTADVERTISMENT