![]() |
(Doc. Inilah.com) Danau Lido Kota Bogor |
Meski sudah berbulan-bulan kasus ini masuk tahap penyidikan, publik tidak mendapat kejelasan langkah penyelesaian dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) di bawah kepemimpinan Hanif Faisol Nurofiq. Situasi ini dianggap sebagai bentuk lemahnya tata kelola lingkungan hidup di Indonesia.
Pada Februari lalu, KLH sempat melakukan penyegelan terhadap area pembangunan di KEK Lido karena diduga melanggar izin lingkungan. Namun ironisnya, aktivitas pembangunan tetap berlangsung di lapangan. Fakta ini memperlihatkan adanya inkonsistensi dan ketidakseriusan dalam penegakan aturan lingkungan hidup, sehingga menimbulkan kekecewaan di tengah masyarakat.
Lebih memprihatinkan lagi, kondisi ekologis Danau Lido semakin kritis. Data resmi mencatat luas danau yang semula 24,78 hektare kini hanya tersisa sekitar 11,9 hektare akibat sedimentasi dan pengerukan lahan. Hingga saat ini, KLH belum mengambil langkah revitalisasi yang nyata untuk menyelamatkan ekosistem danau. Padahal, revitalisasi merupakan kewajiban yang mendesak guna mencegah kerusakan lingkungan lebih parah.
Ketua Umum HMI Cabang Kota Bogor, Moeltazam, menegaskan jika selama berbulan-bulan masyarakat hanya disuguhi janji, tanpa kejelasan tindakan dari KLH.
"Danau Lido menyusut drastis, aktivitas warga sekitar terganggu, sementara negara terlihat abai. Jika Menteri Hanif Faisol tidak mampu memberi kepastian hukum dan keberpihakan pada lingkungan, maka Presiden Prabowo perlu mempertimbangkan pencopotannya," ujarnya.
Moeltazam menambahkan, proyek KEK Lido sejak awal diklaim akan menghadirkan kesejahteraan melalui penciptaan lapangan kerja. Namun kenyataannya, masyarakat sekitar justru dihadapkan pada risiko banjir, hilangnya ruang hijau, serta berkurangnya sumber daya air. Kontradiksi antara narasi pembangunan dan realita di lapangan ini semakin memperlemah legitimasi proyek.
Mandeknya penanganan kasus KEK Lido juga memperlihatkan lemahnya koordinasi antar lembaga pemerintah. Publik dibiarkan dalam ketidakpastian karena KLH tidak transparan terkait dokumen izin, termasuk Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Ketiadaan keterbukaan membuka ruang spekulasi adanya kompromi antara pemerintah dan pihak investor.
HMI Cabang Kota Bogor menilai kasus KEK Lido berpotensi menjadi preseden buruk bagi masa depan tata kelola lingkungan di Indonesia. Jika pelanggaran lingkungan dalam proyek sebesar ini dibiarkan, maka kerusakan ekologis di berbagai daerah akan semakin sulit dikendalikan. Negara seolah tunduk pada kepentingan ekonomi sesaat dan mengorbankan keberlanjutan lingkungan hidup.
Dalam kondisi demikian, HMI Cabang Kota Bogor menyerukan perlunya langkah tegas dari Presiden Prabowo Subianto untuk mengevaluasi kinerja KLH. Evaluasi ini penting bukan hanya untuk menuntaskan kasus KEK Lido, tetapi juga untuk memulihkan kembali wibawa negara dalam menjaga keberlanjutan lingkungan dan memastikan masyarakat tidak terus menjadi korban dari pembangunan yang tidak berkeadilan. (*)
*) Pewarta: Moh Gufron.
**) Seluruh isi berita, artikel, atau opini sepenuhnya tanggung penulis, tidak menjadi tanggungjawab redaksi.