zmedia

Konten Xpose Uncensored Trans7 Dinilai Lukai Pesantren, KPI dan Alumni Lirboyo Angkat Bicara

(Doc: tangkapan layar/Trans7) Tangkapan layar tayangan “Xpose Uncensored” Trans7 yang menyorot Kiai dan santri Pondok Pesantren Lirboyo dengan narasi kontroversial.
HARIANCENDEKIA, JAKARTA - Program tayangan “Xpose Uncensored” di stasiun televisi Trans7 yang menyorot kehidupan pesantren dan kiai pada 13 Oktober 2025 menuai kecaman luas dari publik. Tayangan tersebut dianggap menampilkan sosok Pendiri Pesantren Hidayatul Mubtadiat Kompleks Lirboyo, KH Anwar Manshur, secara tidak proporsional dengan narasi negatif yang menyinggung martabat pesantren.

Video yang disiarkan itu menggambarkan tradisi santri dan penghormatan terhadap guru secara tidak bijak, bahkan menuding kehidupan pesantren penuh kemewahan. Akibatnya, muncul gelombang penolakan dari masyarakat, terutama kalangan santri dan alumni pesantren.

Tagar #BoikotTrans7 pun viral di media sosial, khususnya di platform X (Twitter) dan Instagram. Hingga Selasa (14/10/2025) pukul 09.49 WIB, unggahan dengan tagar tersebut telah menarik perhatian lebih dari 137 ribu pengguna, menandakan besarnya gelombang protes terhadap tayangan tersebut.

Salah satu alumni Pondok Pesantren Lirboyo, M Imaduddin, menyatakan kekecewaannya terhadap cara tayangan itu menarasikan sang kiai dan tradisi pesantren.

“Sejak kemarin kalau tidak salah jam 5 tayangan itu viral, kaget juga kita sebagai alumni kok kiai kita ini dinarasikan seperti ini. Pertama soal kiainya bermewah-mewah, kiainya kaya raya karena terima amplop dari muridnya, terus jalannya ngesot,” ujar Imaduddin dalam keterangannya, Selasa (14/10/2025).

Ia menegaskan, tradisi yang ditampilkan dalam video tersebut merupakan bentuk penghormatan santri kepada guru, sesuatu yang sudah menjadi budaya luhur di lingkungan pesantren.

“Kalau kita sebagai santri paham, kalau tradisi pesantren seperti itu. Akhirnya teman-teman alumni kumpul semalam setelah Isya dan berkoordinasi dengan pihak Lirboyo. Kita tidak mau bertindak tanpa arahan dari pesantren, jadi kami menyatakan sikap bersama,” lanjut Wakil Rais Syuriah PCNU Jakarta Utara itu.

Dalam pernyataan sikapnya, para alumni Lirboyo mengecam keras tayangan tersebut. Mereka menilai program itu telah melecehkan kiai, institusi pesantren, dan santri—kelompok yang selama ini memiliki kontribusi besar terhadap bangsa dan negara.

Selain itu, mereka menuntut Trans7 untuk menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada para masyayikh Pondok Pesantren Lirboyo, serta menarik seluruh tayangan terkait dari berbagai platform media.

Mereka juga mendorong agar stasiun televisi tersebut menayangkan program edukatif tentang pesantren sebagai bentuk klarifikasi dan edukasi publik, agar masyarakat memahami nilai-nilai pesantren secara benar.

Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Ubaidillah, turut menyesalkan munculnya tayangan tersebut. Ia menilai program itu telah mencederai nilai-nilai penyiaran yang seharusnya menjaga kehormatan lembaga keagamaan.

“Penyiaran ditujukan untuk menjadi jembatan yang bisa mengukuhkan integrasi nasional. Tayangan ini justru menimbulkan kegaduhan karena dinilai menyinggung suasana kebatinan pesantren,” ujar Ubaidillah dalam keterangan tertulis.

Ia menambahkan bahwa KPI akan memproses kasus ini sesuai mekanisme yang berlaku.

“Kami akan menggelar sidang pleno untuk membahas dan menentukan sikap resmi KPI secara kelembagaan terhadap tayangan tersebut. Kami juga mengimbau lembaga penyiaran agar mengedepankan regulasi dan mengacu pada sumber kredibel,” jelasnya.

Menanggapi kontroversi yang berkembang, Trans7 telah mengeluarkan surat permohonan maaf resmi tertanggal 13 Oktober 2025. Surat itu ditujukan kepada pihak Pondok Pesantren Lirboyo, khususnya PP Putri Hidayatul Mubtadiat, dan mengakui adanya keteledoran dalam penyajian tayangan yang menimbulkan keresahan di kalangan pesantren.

Dalam surat tersebut, Trans7 menyatakan komitmennya untuk melakukan evaluasi internal dan memastikan kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang. (Red)