![]() |
(Doc. Istimewa) Ilustrasi calon rektor |
Pada acara Talk Show Pengenalan Figur Calon Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Periode 2025–2029 yang igelar dengan megah, panggung megah, pencitraan elegan, kini nihil partisipasi mahasiswa.
Yang diundang? Hanya segelintir yang "aman" dan disaring. Yang kritis? Tidak diberi ruang. Yang ingin tahu? Hanya bisa menonton dari luar kaca seperti penonton di kebun binatang birokrasi.
![]() |
(Doc. Istimewa) Acara pengenalan figur calon rektor yang tertutup rapat. |
Figur-figur yang ditampilkan lebih banyak mewakili kepentingan elite, bukan aspirasi civitas. Tidak ada ruang debat, tidak ada mekanisme uji publik yang terbuka, dan jelas tidak ada tempat bagi mahasiswa untuk menentukan arah masa depan kampus yang notabene mereka huni setiap hari.
Yang lebih menyedihkan lagi, di tengah semua ini, Presiden Mahasiswa UIN Malang memilih menjadi penonton setia. Tidak ada sikap, tidak ada perlawanan, bahkan suara pun tak terdengar. Luluh lantak idealisme yang dulu dijual mahal saat kampanye, kini justru terlihat seperti perpanjangan tangan birokrasi yang lebih sibuk dengan urusan personal dengan kekuasaan dari pada memperjuangkan kepentingan mahasiswa.
Padahal dulu, yang paling lantang teriak soal perubahan, soal keterbukaan, soal revolusi demokrasi kampus. Tapi kini? Ketika panggungnya hadir, mereka hanya menjadi pemanis di balik layar kekuasaan yang busuk.
Mahasiswa tidak butuh pemimpin yang jinak. Kami butuh pemimpin yang berani menggugat, bukan tunduk. Jika tidak bisa bersuara saat demokrasi dibungkam, lebih baik lengser saja, karena diam di tengah ketidakadilan adalah bentuk pengkhianatan. (*)
***
*) Penulis: Mahasiswa UIN Malang.
*) Seluruh isi berita, artikel, atau opini sepenuhnya tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi.
**) Update Info Terbaru HARIAN CENDEKIA
Saluran WhatsApp: bit.ly/WAhariancendekia
YouTube: bit.ly/YThariancendekia
Instagram: bit.ly/IGhariancendekia
TikTok: bit.ly/TThariancendekia