zmedia

Skema Student Loan: Jalan Pintas atau Jalan Buntu?

(Doc. YT Romminesia) Skema Student Loan Dikritik: Jalan Pintas atau Jalan Buntu?
HARIANCENDEKIA, MALANG – Rencana peluncuran program student loan atau pinjaman pendidikan oleh pemerintah pada Agustus atau September 2025 menuai kritik dari berbagai pihak. Salah satunya datang dari Enaldi, narasumber dalam podcast Komentator di kanal YouTube Roominesia, yang menilai bahwa program ini belum layak diterapkan di Indonesia dan berpotensi menciptakan beban baru bagi mahasiswa.

Dalam diskusi bertajuk "Masa Depan Pendidikan dan Ancaman Komersialisasi", Enaldi menegaskan bahwa pendidikan adalah hak seluruh warga negara yang menjadi tanggung jawab pemerintah. Ia menyayangkan pendekatan pemerintah yang terkesan tergesa-gesa dalam meluncurkan kebijakan ini tanpa transparansi skema dan uji coba yang memadai.

"Kita belum diperkenalkan modelnya seperti apa, tiba-tiba nanti di September atau Agustus sudah mau diluncurkan. Ini sesuatu yang menurut kita agak keliru juga, mungkin cara berpikir pemerintah yang mirip-mirip KPR rumah begitu," ujar Enaldi.

Program student loan dirancang untuk memberikan akses pinjaman biaya pendidikan kepada mahasiswa, yang nantinya akan dibayarkan setelah lulus kuliah dan memiliki pendapatan minimum sesuai ketentuan. Skema ini diklaim mengadopsi model berbasis pendapatan seperti yang diterapkan di Australia.

Namun, Enaldi mengingatkan bahwa Indonesia belum memiliki fondasi struktural yang kuat untuk mendukung program ini. Ia merujuk pada angka pengangguran terdidik yang masih tinggi sebagai salah satu indikator bahwa kebijakan ini dapat menimbulkan masalah baru alih-alih menjadi solusi.

"Saat ini ada sekitar 800 ribu lulusan S1 yang menganggur. Kalau mereka tidak mendapat pekerjaan, bagaimana bisa membayar pinjaman itu? Ini akan menjadi beban ganda bagi mereka," jelasnya.

Enaldi juga menyoroti bahwa ide student loan bukan hal baru di Indonesia. Pada masa Orde Baru, pernah diterapkan skema serupa melalui program Kredit Mahasiswa Indonesia (KMI), namun program tersebut dihentikan karena tingginya kredit macet.

"Jadi ini bukan hal yang baru. Tapi kita harus belajar dari masa lalu, jangan mengulang kegagalan yang sama," tegasnya.

Ia juga mempertanyakan komitmen pemerintah dalam memastikan ketersediaan lapangan kerja bagi lulusan perguruan tinggi sebelum meluncurkan skema pembiayaan pendidikan semacam ini.

"Pemerintah harusnya menyelesaikan masalah struktural terlebih dahulu: bagaimana penyerapan tenaga kerja, bagaimana kualitas pendidikan, bukan langsung menambah beban dengan skema utang seperti ini," tegasnya.

Hingga saat ini, belum ada penjelasan resmi dan detail dari pemerintah mengenai skema pelaksanaan student loan, termasuk bagaimana kriteria mahasiswa penerima, serta mekanisme pengembalian pinjaman.

*) Penulis: A. Fauzi.
*) Seluruh isi berita, artikel, atau opini sepenuhnya tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi.
**) Sumber: YouTube Roominesia.
***) Dapatkan akses informasi HARIAN CENDEKIA lebih mudah dan cepat di Saluran WhatsApp dan Instagram, jangan lupa di follow.