![]() |
M. Randi Basri, Mahasiswa Fakultas Kedokteran Unisma |
Limbah tambang mengandung berbagai zat berbahaya dan beracun, termasuk logam berat seperti merkuri, timbal, dan arsenik, serta senyawa kimia berbahaya lainnya seperti sianida dan sulfat, yang dapat mengakibatkan masalah kesehatan bagi masyarakat.
Sudah pasti, aktivitas tambang dapat menghasilkan limbah yang mencemari lingkungan, air, udara, dan tanah sehingga pada akhirnya membahayakan kesehatan manusia maupun masyarakat. Apalagi, limbah hasil aktivitas tambang sering dibuang di daratan maupun di lautan yang dapat mengakibatkan perubahan iklim dan masalah kesehatan.
Jika limbah tambang dibuang ke lautan, maka laut akan tercemar sehingga memicu perubahan iklim. Ikan-ikan di laut pun akan terkontaminasi oleh air asam tambang sehingga membahayakan kesehatan masyarakat. Konsumsi ikan yang terkontaminasi tersebut dapat menyebabkan kerusakan ginjal, gangguan sirkulasi darah, masalah sistem pencernaan, dan osteoporosis.
Limbah tambang juga dapat mencemari sungai, danau, dan sumber air sumur. Hal ini membahayakan kesehatan masyarakat karena air telah terkontaminasi limbah tambang. Masyarakat yang mengonsumsi air tersebut berisiko mengalami gangguan saraf, penyakit ginjal, dan kanker.
Sedangkan jika limbah tambang dibuang di daratan, kualitas tanah akan rusak, kesuburan berkurang, dan tanaman dapat tercemar. Apabila tanaman yang telah terkontaminasi dikonsumsi masyarakat, hal itu dapat mengakibatkan keracunan logam berat, masalah pernapasan, penyakit kulit, bahkan kanker.
Selain itu, debu dan partikel berbahaya dari kegiatan pertambangan yang terhirup oleh masyarakat dapat menyebabkan gangguan pernapasan seperti ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut), asma, dan penyakit paru-paru lainnya.
Aktivitas tambang seharusnya mendapatkan perhatian serius dari perusahaan maupun pemerintah karena menyangkut lingkungan dan kesehatan masyarakat. Dengan demikian, dampak dari kegiatan pertambangan dapat diminimalkan dengan baik.
Untuk mengatasi limbah tambang, perlu dilakukan peningkatan kadar pH menjadi 6–9 untuk mencapai baku mutu menggunakan pH adjuster. Selain itu, penggunaan koagulan serta flokulan atau produk water clarifier diperlukan sebagai upaya mencegah perubahan warna, kandungan, bau, dan kualitas air pasca tambang. Tidak kalah penting, penegakan hukum dan sosialisasi kepada masyarakat harus dilakukan secara konsisten. (*)
*) Penulis: M. Randi Basri, Mahasiswa Fakultas Kedokteran Unisma.
**) Seluruh isi berita, artikel, atau opini sepenuhnya tanggung penulis, tidak menjadi tanggungjawab redaksi.