![]() |
(Doc. Istimewa) Kholisatul Hasanah ketua KOPRI PKC PMII terpilih 2025-2027 |
Lisa menyampaikan bahwa hingga saat ini Kopri belum memiliki pijakan nilai yang kokoh sebagai landasan gerakan kolektif, khususnya dalam pengembangan kaderisasi dan arah perjuangan perempuan.
“Setahu saya, sampai sekarang belum pernah ada yang tahu siapa pendiri Kopri. Bahkan kita tidak pernah membicarakan paradigma Kopri itu sendiri. Kita seperti kehilangan arah nilai,” ungkapnya.
Menurutnya, tidak adanya figur ketokohan yang menonjol di Kopri menjadi salah satu penyebab sulitnya kader perempuan mengaktualisasikan nilai perjuangan. Hal ini berbeda dengan PMII yang memiliki tokoh seperti Mahbub Junaidi yang dikenal luas dengan warisan intelektual dan perjuangan sosialnya.
“Kalau Mahbub Junaidi dikenal dengan ‘pendekar pena’, lalu Kopri punya siapa? Padahal perempuan-perempuan dari Jawa Timur itu banyak yang hebat. Tapi tidak pernah kita nikmati, tidak pernah kita jadikan arah gerakan,” tegas Lisa.
Lisa menilai bahwa ketokohan memiliki peran penting dalam membentuk budaya kaderisasi yang berakar pada nilai. Ia mengungkapkan bahwa di berbagai daerah, PMII rutin melakukan tawasul dan menyebut nama-nama tokoh perjuangan, namun tradisi itu belum tumbuh dalam konteks Kopri.
Sebagai langkah konkret, Lisa berkomitmen mendorong setiap cabang untuk mengusulkan nama tokoh perempuan lokal yang bisa dijadikan patron gerakan. Ia berharap usulan tersebut dapat dihimpun dan diinternalisasikan sebagai bagian dari nilai bersama.
“Kita tidak boleh hanya bergerak secara struktural dan seremonial. Kita butuh tokoh, butuh arah, dan perlu menanamkan nilai secara kolektif. Paradigma itu harus dibentuk bersama, tidak bisa hanya dibacakan di forum-forum,” ujarnya.
Lisa juga mengusulkan perlunya forum seperti Bahtsul Masail Kopri, bukan hanya untuk membahas isu-isu teknis, tetapi juga untuk merumuskan fondasi pemikiran dan arah ideologis gerakan Kopri ke depan.
“Kita ini organisasi kader. Kalau tidak punya paradigma, arah kita ke mana? Maka dari itu, saya ingin konsolidasi ke depan lahir dari zona, dari akar, dan bukan hanya perintah dari atas. Kalau perlu, kita buat tiga kali putaran konsolidasi dalam satu periode, agar nilai itu betul-betul masuk,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa Kopri perlu melampaui fungsi administratif dan struktural. Menurutnya, Kopri harus menjadi katalisator pembentukan tokoh perempuan yang memiliki identitas nilai, prinsip, dan arah gerakan yang jelas.
“Kita bukan cuma ingin memperbanyak kader, tapi ingin menciptakan tokoh perempuan. Yang punya nilai, punya prinsip, dan bisa menjadi representasi gerakan perempuan Jawa Timur,” kata Lisa.
Menutup pernyataannya, Lisa mengajak seluruh elemen Kopri untuk memulai pembentukan paradigma secara serius dan menyeluruh. Ia menegaskan bahwa tanpa arah yang jelas, Kopri akan terus tertinggal dalam isu-isu strategis perempuan.
“Kalau hari ini kita tidak mulai dari membentuk paradigma, kita akan terus jadi penonton di tengah isu perempuan. Kita akan kehilangan arah. Padahal, Kopri seharusnya menjadi aktor utama, bukan sekadar peserta,” pungkasnya. (*)
*) Pewarta: A. Fauzi
**) Seluruh isi berita, artikel, atau opini sepenuhnya tanggung penulis, tidak menjadi tanggungjawab redaksi.