zmedia

Menyapa Warga, Membawa Hukum: Jalan Panjang Advokasi LBH BINA

(Doc. Pewarta) Foto bersama LBH BINA usai melaksanakan program BINA Law Care
HARIANCENDEKIA, BEKASI - Ketimpangan akses terhadap keadilan masih menjadi persoalan serius di Indonesia. Bagi sebagian masyarakat, khususnya yang tinggal di wilayah padat dan miskin di kawasan Jabodetabek, hukum kerap terasa sebagai sesuatu yang asing, mahal, dan tidak berpihak. Banyak yang tidak tahu harus mengadu ke mana saat menghadapi masalah hukum. Kondisi inilah yang mendorong lahirnya Lembaga Bantuan Hukum Bentala Indra Nusantara (LBH BINA) pada Mei 2025.

Lembaga ini didirikan oleh sekelompok pegiat hukum muda yang prihatin melihat hukum hanya berpihak pada mereka yang mampu. Mereka menginginkan perubahan pendekatan hukum dari yang elitis menjadi partisipatif dan berbasis keberpihakan.

“Kami ingin hukum menjadi ruang yang bisa diakses semua orang, bukan hanya yang punya kuasa atau uang,” ujar Ihsan Firmansyah, S.H., Direktur LBH BINA.

Membuka Akses dari Pinggiran

Sejak berdiri, LBH BINA aktif mendampingi warga tidak mampu dalam berbagai perkara hukum, baik perdata maupun pidana. Salah satu wilayah yang menjadi fokus pendampingan adalah Bekasi, termasuk melalui kerja advokasi di Pengadilan Negeri Cikarang.

Namun, pendekatan mereka tidak berhenti di ruang sidang. LBH BINA menjalankan program BINA LAW Care yang memberikan pendampingan hukum gratis kepada masyarakat yang terjerat kasus. Salah satu kasus yang mereka tangani melibatkan korban tindak pidana yang tidak tahu harus berbicara kepada siapa. “Kami hadir di situasi ketika hukum terasa paling sunyi,” ungkap Ihsan.

Hukum di Ruang Kelas hingga Pesantren

LBH BINA menyadari bahwa ketimpangan hukum juga bersumber dari ketimpangan pengetahuan. Oleh karena itu, mereka menginisiasi PENA BINA, program literasi hukum berbasis komunitas. Program ini bertujuan menanamkan kesadaran hukum sejak dini, terutama di kalangan pelajar dan pemuda.
Pada 21 Juli 2025, LBH BINA menggelar kegiatan penyuluhan hukum di Pondok Pesantren Al Wafa, Setu, Kabupaten Bekasi. Di sana, tim LBH BINA berdiskusi dengan para santri tentang isu-isu hukum yang dekat dengan kehidupan mereka, mulai dari perundungan, tawuran, kekerasan seksual, hingga penyalahgunaan narkotika.

“Generasi muda perlu dibekali kesadaran hukum yang membumi. Hukum bukan hanya soal pasal-pasal, tapi soal keberanian berkata ‘tidak’ pada ketidakadilan,” kata Yayang Nanda Budiman, S.H., Kepala Divisi Literasi dan Edukasi LBH BINA.

Mendidik Advokat yang Berpihak

Selain menyasar masyarakat dan pelajar, LBH BINA juga membuka ruang keterlibatan generasi muda melalui program magang *
PENPERMA BINA. Program ini memberi kesempatan bagi mahasiswa dan lulusan baru untuk terlibat langsung dalam kerja-kerja advokasi.

Peserta magang tidak hanya belajar teori hukum, tetapi juga memahami realitas sosial di lapangan. Mereka didorong untuk membangun empati, keberanian, dan keberpihakan.

“Advokasi bukan sekadar soal menang di pengadilan, tapi juga tentang membangun kesadaran kolektif,” ucap Ihsan.

Dari Lapangan ke Media Sosial

Di era digital, LBH BINA memanfaatkan media sosial sebagai salah satu kanal edukasi dan layanan hukum. Melalui akun Instagram resmi mereka, @lbhbentalaindra, publik dapat mengakses informasi hukum secara gratis, berkonsultasi secara daring, serta mengikuti perkembangan program dan advokasi yang dilakukan lembaga ini.

Dalam waktu singkat, LBH BINA telah menerima berbagai permintaan pendampingan hukum dari warga, baik secara langsung maupun daring. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan terhadap layanan hukum yang terjangkau dan berpihak masih sangat besar.

Hukum yang Inklusif

LBH BINA bukanlah lembaga bantuan hukum pertama di Indonesia. Namun, kehadirannya menandai semangat baru dalam kerja-kerja advokasi hukum yang membumi, terbuka, dan partisipatif. Mereka berupaya menjebol sekat antara rakyat kecil dan sistem hukum formal yang selama ini terasa asing.

Di tengah rendahnya kepercayaan publik terhadap sistem hukum, LBH BINA hadir membawa pesan bahwa hukum bukan milik segelintir orang. Hukum adalah rumah bersama, tempat semua warga negara seharusnya bisa berlindung dan mendapatkan keadilan yang setara.

“Selama hukum masih belum bisa dirasakan oleh mereka yang tertindas, kerja kami belum selesai,” pungkas Ihsan Firmansyah. (*)

*) Pewarta: Yayang Nanda Budiman.
**)  Seluruh isi berita, artikel, atau opini sepenuhnya tanggung penulis, tidak menjadi tanggungjawab redaksi.
ADVERTISMENTADVERTISMENT