![]() |
(Doc. Harian Cendekia) Festival Sound Horeg |
Fatwa tersebut ditandatangani oleh Ketua Komisi Fatwa MUI Jatim, KH Mutawakkil Alallah, dan disusun berdasarkan kajian mendalam atas maraknya fenomena sound horeg, yakni penggunaan perangkat audio dengan intensitas tinggi yang kerap disertai aksi joget berbaur antara pria dan wanita, hingga membahayakan kesehatan dan ketertiban umum.
Dalam dokumen yang diterbitkan, MUI Jatim menegaskan bahwa penggunaan sound horeg yang melebihi batas wajar, menimbulkan gangguan, merusak fasilitas, atau disertai kemaksiatan, hukumnya haram.
Selain menetapkan hukum, MUI Jatim juga memberikan empat rekomendasi penting:
- Penyedia jasa dan event organizer (EO) diminta menghormati hak masyarakat, ketertiban umum, dan norma agama.
- Pemerintah Provinsi Jawa Timur didorong menyusun aturan ketat terkait perizinan dan sanksi atas pelanggaran.
- Kementerian Hukum dan HAM diminta tidak memberikan legalitas Hak Kekayaan Intelektual (HKI) terhadap sound horeg sebelum ada regulasi yang jelas.
- Masyarakat diimbau untuk memilih bentuk hiburan yang positif dan tidak bertentangan dengan norma agama serta hukum yang berlaku.
MUI Kota Probolinggo menjadi salah satu yang pertama merespons fatwa ini secara resmi. Pimpinan MUI Kota Probolinggo, Ahmad Hudri, menyampaikan bahwa pihaknya akan segera mengambil langkah sosialisasi fatwa ke berbagai pihak.
“Sebagaimana rekomendasi dalam fatwa ini, MUI Kota Probolinggo tentu akan mensosialisasikan dan meneruskan kepada pihak-pihak terkait,” ujar Ahmad Hudri, Minggu (17/7/2025), dilansir dari timesindonesia.co.id
Hudri menilai, keputusan MUI Jatim menjadi dasar moral dan legal yang kuat bagi pemerintah daerah untuk menindak praktik sound horeg yang dinilai meresahkan. Meski demikian, ia menekankan pentingnya mencari solusi yang tidak memberatkan pelaku usaha.
"Fatwa ini bisa menjadi dasar moral bagi Pemerintah Kota untuk membuat regulasi lebih tegas. Namun, solusi juga perlu dicari agar usaha rakyat tetap berjalan tanpa merugikan pihak lain,” tegas Hudri.
Penetapan fatwa ini sekaligus menjadi momentum penting dalam penegakan norma agama dan sosial di tengah perkembangan industri hiburan yang kian variatif. Masyarakat diharapkan dapat lebih selektif dalam memilih hiburan agar tetap sejalan dengan etika dan ketertiban umum. (Red)