![]() |
Hermudananto, Nature Enthusiast and Forester. |
Tahukah kalian bahwa pohon sawo kecik sering menghiasi lingkungan Keraton Yogyakarta dan bangunan-bangunan penting lainnya, seperti halaman Masjid Gedhe? Pohon ini bukan sekadar hiasan, tetapi menyimpan filosofi mendalam. Sawo kecik adalah simbol kebijaksanaan dan kebaikan. Dalam falsafah Jawa, "sawo kecik" berasal dari frasa "sarwo becik," yang berarti segala hal yang baik (Karaton Ngayogyakarto Hadiningrat, 2023). Ini melambangkan bahwa pemilik atau penghuni tempat tersebut adalah pribadi yang luhur hati, selain daripada simbol kebangsawanan atau keningratan tentunya (Abror, 2016). Pohon ini juga menjadi pengingat bagi setiap orang untuk senantiasa berbuat baik, dalam kondisi apa pun, kepada siapa pun (Muhadiyatiningsih dkk. 2022). Filosofi ini menjalar dalam akar budaya Yogyakarta, menciptakan nuansa sakral dan penuh makna. Menariknya, pohon ini juga dipergunakan sebagai penangkal petir di lingkungan Keraton (Wasesowinoto, 2004).
Dari filosofi mendalam, kita melangkah ke budaya masyarakat Yogyakarta yang penuh pesona, terutama bagi para pecinta permainan tradisional, congklak. Pernahkah terpikir, dari mana asal biji-biji kecil yang digunakan dalam permainan ini? Jawabannya adalah biji sawo kecik. Dulu, masyarakat Yogyakarta memiliki aturan bijak dalam menanam pohon di rumah mereka, salah satunya adalah pohon sawo kecik. Pohon ini diyakini membawa kebajikan bagi tamu dan penghuni rumah, sebuah doa agar kebaikan selalu menyertai. Karena aturan ini, biji sawo kecik mudah ditemukan di halaman rumah-rumah rakyat biasa, di mana anak-anak bermain congklak dengan riang. Biji-biji sawo yang berserakan di tanah menjadi bagian tak terpisahkan dari permainan, membawa nilai-nilai kebaikan yang tersimpan dalam setiap langkah congklak yang dimainkan (Satwikasanti, 2016).
Sebagai seseorang yang berlatar belakang kehutanan, tak hanya keindahan budaya yang bisa saya ceritakan, tetapi juga keajaiban fisiologis dan ekologi dari pohon sawo kecik. Pohon ini, meskipun terlihat sederhana, menyimpan keagungan. Dengan tinggi yang dapat mencapai 25 meter dan batang berdiameter hingga 100 sentimeter, ia berdiri kokoh dan anggun. Daunnya bergerombol di ujung batang, bagian bawahnya halus dengan warna keputihan yang memberi kesan lembut. Kuncup bunganya berbentuk bulat telur, dan buahnya, meski mungil, memiliki pesona tersendiri—dengan kulit yang begitu tipis, mudah dikupas, dan rasa manis yang tak selalu dominan, kadang meninggalkan sedikit sepat yang khas (Hakim & Kusumastiti, 2023).
Namun, pesonanya tak berhenti di situ. Secara ekologis, sawo kecik adalah pahlawan tersembunyi bagi lingkungan. Ia tak hanya membantu menyerap air dan mencegah erosi, tetapi juga mampu mereduksi karbondioksida dengan sangat baik. Buahnya, selain lezat untuk dinikmati, mengandung kalori, protein, dan karbohidrat, menjadikannya berkah yang dapat dinikmati oleh manusia dan alam sekitarnya. Sawo kecik adalah pohon yang penuh makna—tak hanya dalam filosofi, tetapi juga dalam perannya menjaga keseimbangan bumi (Hakim & Kusumastiti, 2023).
Tak hanya memiliki peran ekologis yang luar biasa, pohon sawo kecik ternyata juga menjadi bahan utama dalam pembuatan mebel di lingkungan Keraton Ngayogyakarta. Di sinilah, mebel bukan sekadar benda mati, melainkan simbol kehidupan yang mendalam. Di balik setiap ukiran dan bentuknya, ada nilai-nilai luhur yang tercermin dari kesejatian budaya Jawa. Mebel keraton bukan hanya berfungsi sebagai hiasan atau alat, tetapi sebagai penentu gaya visual yang mempengaruhi para perajin di sekitar keraton untuk menciptakan karya yang unik dan sarat makna.
Bagi masyarakat Jawa, mebel yang terbuat dari kayu sawo kecik memiliki arti yang lebih dalam. Sawo kecik, dengan kekuatannya yang halus, melambangkan kesejatian seorang pemimpin yang harus "sarwo becik"—selalu baik dan benar dalam setiap tindakannya. Filosofi ini meresap dalam setiap serat kayu, mengalir dalam tangan-tangan perajin, dan hidup dalam setiap karya mebel yang lahir dari pohon ini. Setiap kursi, meja, atau almari yang terbuat dari sawo kecik membawa pesan bahwa kebaikan, kelembutan, dan kekuatan harus bersatu dalam pribadi seorang pemimpin sejati (Septi & Agus, 2007).
Melihat betapa dalam makna dan peran pohon sawo kecik dari sisi budaya, ekologi, hingga filosofi, tentu kita tak ingin nilai-nilai luhur yang terkandung dalam pohon ini lenyap begitu saja, terlupakan oleh generasi mendatang. Pohon ini bukan hanya warisan fisik, tetapi juga simbol kebajikan yang harus tetap hidup. Maka, upaya konservasi menjadi sebuah keharusan, sebuah panggilan untuk menjaga agar pohon ini tetap berdiri tegak sebagai saksi sejarah dan penuntun moral.
Menurut penelitian Wobowo dkk. (2023), agar upaya konservasi sawo kecik berhasil dan berdampak nyata, fokusnya harus diarahkan pada wilayah Yogyakarta dan Sleman, di mana potensi sebaran pohon ini paling tinggi. Di sanalah, di jantung budaya Jawa, sawo kecik bisa terus tumbuh, membawa pesan kebajikan dan keteguhan, agar generasi mendatang tak hanya mengenal keindahannya, tapi juga memahami kedalaman makna yang terkandung di dalamnya. Ini adalah langkah kecil untuk menjaga kesejatian warisan nenek moyang, agar tidak hilang dalam arus waktu.
Demikianlah sekelumit kisah tentang sawo kecik, pohon yang sarat makna dan nilai, yang menjadi jembatan bagi saya untuk jatuh cinta pada alam dan dunia kehutanan. Dari keindahan dan filosofi pohon ini, saya menemukan panggilan hidup saya—mendedikasikan diri untuk menjaga kelestarian alam. Kini, di kampus ternama yang telah berdiri kokoh di Yogyakarta sejak 1949, saya melanjutkan perjalanan ini, mengabdikan ilmu dan cinta pada alam demi generasi yang akan datang, dengan harapan warisan alam dan budaya ini akan tetap terjaga dan terus menginspirasi.
Referensi
• Abror, Indal. "Aktualisasi nilai-nilai budaya masjid Pathok Negoro." Esensia: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin 17, no. 1 (2016): 63-79.
• Karaton Ngayogyakarto Hadiningrat. 2023. Pameran Narawandira: Ragam Vegetasi di Keraton Yogyakarta. https://www.kratonjogja.id/pameran/2-pameran-narawandira-ragam-vegetasi-di-keraton-yogyakarta/. Diakses tanggal 13 Februari 2025.
• Muhadiyatiningsih, Siti Nurlaili, Syamsul Bakri, Siti Fatonah, and Vera Imanti. "Makna Filosofis Bangunan Masjid Agung Keraton Kasunanan Surakarta dan Masjid Gede Kraton Yogyakarta." Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman Vol 42, no. 2 (2022): 259.
• Lutfi Maulana Hakim S.IP,M.A, LMH and Weka Kusumastiti M.Pd, WK (2023) POHON SAWO KECIK SEBAGAI SIMBOL BUDI PEKERTI MASYARAKAT JAWA DIDALAM DAN DILUAR TEMBOK KERATON YOGYAKARTA. Symposium Proceeding International Symposium and Exhibition Javanese Culture 2023 The meaning and Function of Vegetation In Preserving Nature and Traditions in Sultanate of Yogyakarta. ISSN 2986-2789.
• Satwikasanti, Winta Tridhatu. "Semantika dalam Perkembangan Desain Produk Permainan Congklak Jogja dan Solo." Dinamika Kerajinan dan Batik 31, no. 1 (2016): 27-34.
• Septi, Indah, and Agus Sachari. "Pergeseran Gaya Estetis Mebel di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat." dalam Jurnal Visual Art ITB 1 (2007): 85-107.
• Wasesowinoto. 2004. Kedhaton Puser Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat.
• Wibowo, Andri, Atus Syahbudin, Adi Basukriadi, and Erwin Nurdin. "Modelling the potential distributions of sawo kecik (Manilkara kauki (L.)) dubard using maxent to support conservations of historical and cultural vegetations in daerah istimewa Yogyakarta province." (2023): 55-67.