![]() |
Muhammad Dzunnurain, Founder Newsroom Citizen Community. |
HARIANCENDEKIA, OPINI - Jurnalis memiliki peran krusial dalam masyarakat sebagai penghubung antara peristiwa dan publik. Mereka bertanggung jawab untuk menyampaikan informasi yang akurat dan objektif, yang mampu memengaruhi cara pandang masyarakat terhadap berbagai isu.
Berita
yang disampaikan oleh media sering kali menjadi dasar bagi pembentukan
opini publik, yang selanjutnya dapat memengaruhi kebijakan dan tindakan
sosial. Oleh sebab itu, jurnalis dituntut untuk menjaga netralitas dalam
pemberitaan, dengan menghindari penyisipan opini pribadi yang dapat
memengaruhi persepsi masyarakat.
Netralitas dalam jurnalisme
adalah prinsip dasar yang mengharuskan jurnalis menyampaikan informasi
secara adil, tidak memihak, dan berbasis pada fakta. Artinya, jurnalis
tidak boleh menunjukkan preferensi pribadi atau opini dalam pelaporan
mereka. Misalnya, saat melaporkan hasil pemilihan umum, seorang jurnalis
yang netral akan menyajikan hasil dari seluruh kandidat secara
proporsional tanpa memengaruhi pandangan pembaca terhadap salah satu
kandidat tertentu. Netralitas ini sangat penting, mengingat peran media
sebagai penjaga demokrasi dan kepercayaan publik.
Ketika berita
disajikan secara objektif, media berfungsi sebagai pengawas kekuasaan
sekaligus wadah bagi beragam suara dan perspektif. Sebaliknya, jika
media cenderung bias, ada risiko kepercayaan publik terganggu, yang pada
akhirnya berdampak negatif terhadap peran media sebagai sumber
informasi yang andal.
Salah satu cara jurnalis dapat merusak
keseimbangan berita adalah dengan memasukkan opini pribadinya ke dalam
laporan mereka. Bias ini terjadi saat jurnalis lebih menekankan sudut
pandang tertentu dan mengabaikan perspektif lainnya. Contoh kasus,
pemberitaan oleh Metro TV yang menyebut hasil pertandingan Gregoria
Mariska Tunjung sebagai "giveaway" menunjukkan adanya penyisipan opini
pribadi yang dapat memicu kontroversi serta berisiko menimbulkan
kesalahpahaman di kalangan penonton.
Pencampuran opini pribadi
dalam berita juga berdampak pada kredibilitas jurnalis dan media secara
keseluruhan. Ketika pembaca atau penonton mendeteksi adanya bias, mereka
mungkin mulai meragukan keandalan informasi yang disampaikan. Dalam
jangka panjang, hal ini berpotensi menurunkan kepercayaan publik
terhadap jurnalis dan lembaga media yang menaunginya. Statistik
menunjukkan bahwa penurunan kepercayaan publik terhadap media sering
kali berkaitan dengan persepsi adanya bias atau agenda tersembunyi dalam
pemberitaan. Sebagai contoh, studi Gallup menunjukkan penurunan
kepercayaan publik terhadap media di Amerika Serikat dari 72% pada tahun
1976 menjadi 32% pada tahun 2016, yang sebagian besar disebabkan oleh
kekhawatiran akan bias dalam berita.
Padahal, terdapat alternatif
yang lebih tepat dalam menyampaikan opini, yaitu melalui kolom opini
atau editorial. Pada bagian inilah jurnalis dan komentator memiliki
kebebasan untuk menyampaikan pandangan mereka tanpa mengorbankan
netralitas berita. Artikel opini dan editorial menyediakan ruang bagi
argumen dan analisis subjektif, di mana pembaca memahami bahwa yang
mereka baca adalah interpretasi atau pandangan pribadi, bukan laporan
berita yang harus disajikan secara netral.
Penting bagi jurnalis
dan pembaca untuk membedakan antara berita dan opini. Media yang
bertanggung jawab akan menyatakan secara jelas apakah suatu artikel
adalah opini atau berita. Transparansi ini sangat penting untuk menjaga
kepercayaan publik, sehingga pembaca dapat dengan mudah mengidentifikasi
mana yang merupakan informasi faktual dan mana yang merupakan pandangan
pribadi.
Oleh karena itu, pembaca perlu lebih kritis dalam
mengonsumsi berita, menghargai upaya jurnalis dalam menjaga integritas,
serta memahami perbedaan antara laporan berita yang objektif dengan
artikel opini. Bagi jurnalis, menjaga netralitas bukan sekadar kepatuhan
pada kode etik, melainkan juga upaya mempertahankan peran vital media
dalam masyarakat yang demokratis.