zmedia

Kalau Mulut Adalah Pedang, Kenapa Banyak yang Pake Jadi Gunting Silaturahmi?

Muhammad Dzunnurain, Founder of Newsroom Citizen Community
HARIANCENDEKIA, OPINI - Kalau mulut adalah pedang, maka gosip adalah bom nuklir sosial. Sekali meledak, dampaknya bisa menghancurkan pertemanan, memecah belah keluarga, dan bahkan bikin tetangga yang tadinya akur mendadak perang dingin.

Kita semua pasti pernah jadi saksi atau bahkan (tanpa sadar) ikut andil dalam lingkaran setan ini. Apalagi di zaman media sosial, gosip yang dulu hanya beredar di warung kopi sekarang bisa viral dalam hitungan detik. Nah, mumpung bulan Sya'ban, dimana pada pertengahan bulan ini terdapat malam Nisfu Sya'ban, saat Allah memberikan pengampunan kepada hamba-Nya.

Mari kita introspeksi: apakah kita masih sering tergoda untuk jadi “wartawan tanpa akhlak” yang suka menyebarkan berita tanpa verifikasi?

Gosip atau Ghibah memang kelihatan sepele, tapi efeknya luar biasa besar. Menurut penelitian psikologi sosial, manusia memang punya naluri alami untuk berbagi informasi. Tapi bedakan antara ngobrol sehat dan menyebar aib orang lain.

Ngomongin tetangga beli motor baru itu informasi. Ngomongin tetangga beli motor hasil utang dan diduga nyicilnya sambil jual ginjal, nah itu gosip! Islam sendiri sudah mengingatkan soal ini dalam Al-Qur'an (QS. Al-Hujurat: 12), bahwa menggunjing saudara sendiri itu ibarat memakan bangkai. Ngeri, kan?

Lebih bahaya lagi kalau gosip ini naik level jadi adu domba atau namimah Ini adalah teknik klasik “devide et impera” versi kampung, di mana satu orang dengan lihai melempar isu lalu duduk santai menikmati pertengkaran orang lain.

Contohnya, si A bilang ke si B kalau si C ngomongin dia di belakang, padahal si C nggak ngomong apa-apa. Hasilnya? Si B langsung panas, si C bingung kenapa dimusuhin, sementara si A ketawa-tawa di belakang. Ini bukan sekadar drama sinetron, tapi kenyataan yang sering kita temui di lingkungan sekitar.

Gosip dan adu domba ini seperti bola salju. Awalnya kecil, lama-lama bisa jadi longsor yang menghancurkan hubungan sosial. Banyak kasus permusuhan yang berawal dari hal sepele, hanya karena salah paham yang dibumbui berita miring. Gara-gara ini, pertemanan bertahun-tahun bisa hancur, keluarga bisa pecah, dan satu kampung bisa tegang berbulan-bulan. Kalau sudah begini, siapa yang rugi? Ya kita semua!

Nah, mumpung malam Nisfu Sya’ban, mari kita untuk untuk refleksi diri menjadi yang lebih baik. Kita sering berdoa minta ampun kepada Allah, tapi sudahkah kita meminta maaf kepada sesama manusia? Karena dosa dengan Allah bisa dihapus dengan taubat, tapi dosa dengan manusia harus diselesaikan langsung dengan orangnya.

Jadi, daripada sibuk mengorek kehidupan orang lain, lebih baik kita fokus memperbaiki diri sendiri. Mulailah dengan menahan diri dari ikut-ikutan bergosip, lebih banyak berbicara yang baik-baik, dan kalau tidak tahu kebenarannya, lebih baik diam.

Mari hentikan kebiasaan jadi penyebar berita tanpa akhlak. Jadilah orang yang membawa kedamaian, bukan pemicu drama. Sebab, hidup ini sudah cukup ribet tanpa perlu ditambah gosip dan konflik yang tidak perlu. Yuk, manfaatkan malam Nisfu Sya’ban ini untuk benar-benar berubah, meminta maaf kepada sesama, dan berjanji untuk lebih baik ke depannya. Kalau bukan sekarang, kapan lagi?

*) Penulis: Muhammad Dzunnurain, Founder of Newsroom Citizen Community.
*) Seluruh isi berita, artikel, opini sepenuhnya tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi.
**) Dapatkan akses informasi HARIAN CENDEKIA lebih mudah dan cepat di Saluran WhatsApp dan Instagram, jangan lupa di follow.
ADVERTISMENTADVERTISMENT