zmedia

109,8 Miliar Tidak Dapat Dipertanggungjawabkan: Krisis Moral dalam Birokrasi Negara

(Doc. Istimewa) Ilustrasi uang rupiah.
HARIANCENDEKIA, EKONOMI - Kehilangan dana negara sebesar Rp109,8 miliar tidak dapat direduksi semata sebagai persoalan teknis administratif atau kesalahan prosedural. Fenomena ini mencerminkan krisis moral dan integritas dalam birokrasi pemerintahan yang memerlukan kajian serta penanganan mendalam. Dalam kerangka ini, muncul pertanyaan mendasar: apa yang menyebabkan degradasi moral aparatur negara dalam mengelola keuangan publik?

Kronologi Kasus dan Temuan Audit

Berdasarkan laporan audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sejumlah dana senilai Rp109,8 miliar dinyatakan tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh sebuah kementerian/lembaga negara dalam kurun waktu anggaran tertentu. Laporan tersebut mengindikasikan adanya potensi penggelapan, pelaporan fiktif, serta penyalahgunaan anggaran di luar peruntukan yang telah ditetapkan. Meskipun pihak kementerian terkait menyatakan bahwa dana tersebut tengah dalam proses klarifikasi, hingga saat ini belum terdapat transparansi publik yang memadai.

Dimensi Etis dalam Administrasi Publik

Menurut Prof. Dr. Haryono, pakar Etika Administrasi Negara dari Universitas Indonesia, penyimpangan dalam birokrasi kerap kali berakar pada lemahnya integritas individu serta minimnya efektivitas sistem pengawasan internal. Ia menegaskan bahwa, “Ketika pejabat publik tidak memiliki rasa tanggung jawab etis, maka sanksi hukum semata tidak cukup untuk menahan potensi penyimpangan.”

Hasil kajian dari Transparency International turut mendukung hal tersebut, menunjukkan bahwa birokrasi dengan indeks persepsi korupsi yang tinggi cenderung mengalami kemerosotan nilai moral, khususnya apabila tidak dibarengi dengan reformasi kelembagaan secara menyeluruh.

Dampak Sosial dan Ekonomi

Kehilangan dana publik dalam jumlah besar ini memiliki implikasi luas terhadap sektor-sektor vital, termasuk pendidikan, kesehatan, dan pembangunan infrastruktur di daerah. Ketergantungan masyarakat terhadap anggaran negara menjadikan kasus ini bukan hanya kerugian finansial, tetapi juga bentuk kegagalan dalam pemenuhan hak-hak sosial ekonomi warga negara.

Rekomendasi Kebijakan dan Strategi Perbaikan

Sejumlah rekomendasi berbasis penelitian dan praktik kebijakan antikorupsi yang dapat dipertimbangkan antara lain:
  1. Penguatan fungsi audit internal yang independen dan profesional.
  2. Implementasi sistem digital dalam proses perencanaan, penganggaran, dan pelaporan untuk meminimalkan potensi manipulasi.
  3. Integrasi pendidikan etika publik dalam pelatihan reguler bagi seluruh aparatur negara.
  4. Peningkatan partisipasi publik dalam pengawasan anggaran, melalui pemanfaatan platform digital dan media sosial sebagai alat kontrol sosial.
Kasus ini tidak dapat dipertanggungjawabkan, dana sebesar Rp109,8 miliar merupakan refleksi dari tantangan integritas yang serius dalam tubuh birokrasi negara. Kegagalan moral di kalangan aparatur pemerintah mengancam kepercayaan publik dan legitimasi institusi negara. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan ilmiah, sistematis, dan berkelanjutan dalam upaya memperkuat akuntabilitas dan etika dalam penyelenggaraan pemerintahan. (Zal/Rai)
***
*) Penulis: Ahmad Rizal, M. E., Mahasiswa asal Sumenep Madura.
*) Seluruh isi berita, artikel, atau opini sepenuhnya tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi.
**) Update Info Terbaru HARIAN CENDEKIA
Saluran WhatsApp: bit.ly/WAhariancendekia
IKLAN SIDEBAR Donasi ini akan digunakan sepenuhnya untuk mendukung operasional, pengelolaan konten, dan pengembangan website.