![]() |
(Doc. Istimewa) Rita Dyana Melati, ST., MT., Founder Cissipizza sekaligus CEO PT. Laboga Centauri Indonesia |
Cissipizza berdiri pada 2013 bukan dari modal besar, melainkan dari dapur rumah dengan visi menghadirkan pizza tipis ala Italia di pasar lokal.
“Awalnya benar-benar dari rumah, sambil belajar memahami pasar. Saya ingin membuktikan perempuan bisa memimpin bisnisnya sendiri, bukan hanya sebagai pengelola dapur tapi sebagai pengambil keputusan,” ujar Rita pada podcast kajian dan keilmuan Pascasarjana UB FIA.
Pandemi 2020 hampir menutup seluruh peluang. Outlet sepi, penjualan turun drastis. Namun, di momen kritis itu Rita memilih mengubah arah bisnis. Ia memperkenalkan produk frozen pizza yang kemudian menjadi titik balik.
“Waktu itu harus berani. Frozen pizza lahir karena terdesak, tapi justru jadi penyelamat. Dari situ saya belajar bahwa inovasi bukan pilihan, tapi keharusan,” tuturnya.
Keputusan itu tidak hanya menjaga usaha tetap hidup, tetapi juga membuka jalan ke transformasi digital. Hampir 90 persen penjualan Cissipizza kini berasal dari platform daring. Rita mengakui bahwa digitalisasi adalah salah satu faktor yang memperkuat daya tahan bisnisnya.
“Digital itu bukan sekadar tren. Bagi UMKM sekarang, itu kebutuhan. Tanpa masuk ke e-commerce dan media sosial, sulit berkembang,” katanya.
Perjalanan dari dapur rumah ke jaringan bisnis dengan tiga outlet di Malang dan tujuh outlet di berbagai kota dibangun dengan langkah bertahap. Pada 2022, Cissipizza berhasil memperoleh pendanaan crowdfunding, membuka kesempatan kemitraan, dan sekaligus menuntut profesionalisme manajemen.
“Momen itu mengubah pola pikir. Saya bukan hanya pemilik usaha kecil lagi, tapi harus memimpin tim dengan sistem. Dari situ saya sadar pentingnya SOP, laporan keuangan, hingga membangun SDM,” jelasnya.
Selain inovasi, Rita juga menekankan peran jejaring dan dukungan ekosistem. Ia aktif memanfaatkan pelatihan pemerintah untuk sertifikasi halal, BPOM, hingga digital marketing.
“Fasilitas pemerintah itu ada, tapi UMKM harus mau mencari. Kita yang harus bergerak,” tegasnya.
Sebagai pemimpin perempuan, Rita memberi pesan agar pelaku UMKM tidak takut memulai.
“Sekecil apapun usaha, kalau ada passion harus dijalankan. Jangan takut gagal, karena itu bagian dari belajar. Konsisten, berinovasi, dan jangan lupakan digital. Itu tiga hal yang membuat usaha bisa bertahan,” ujarnya.
Cissipizza kini bukan hanya merek pizza tipis, tetapi simbol transformasi UMKM perempuan Indonesia. Dari dapur rumah, usaha ini membuktikan bahwa keberanian mengambil langkah, adaptasi teknologi, dan jejaring bisa membawa bisnis lokal bersaing di tengah krisis nasional.
“Ini bukan sekadar soal jualan pizza. Ini cerita bahwa UMKM bisa jadi tulang punggung ekonomi jika kita mau bergerak,” tutupnya. (Red)