![]() |
Muqsid Mahfudz |
Disusul beberapa kasus lain, yakni 28 Maret 2025 menimpa wanita berinisial RA di Pademawu, 23 Juni 2025 menimpa gadis berusia 13 tahun di Pademawu, 11 Juni 2025 menimpa wanita asal Tlanakan yang laporannya baru diregistrasi kepolisian setelah 5 bulan, 20 Juli 2025 menimpa gadis berusia 10 tahun di Kecamatan kota Pamekasan.
Dari sini, terhitung sudah 10 kasus pelecehan seksual dalam 6 bulan terakhir di Pamekasan, Kemungkinan lebih sangat mungkin, sebab kasus ini merupakan hal yang bahkan korbannya sendiri gamang untuk melaporkan. Terlebih, pada kasus semacam Dukun cabul di Pasean bulan Maret lalu, Polres Pamekasan bahkan juga membuka posko pengaduan atas kemungkinan adanya korban yang lain.
Dilansir dari Karimata.net, angka di atas dimungkinkan akan melonjak dibanding jumlah kasus tahun lalu yang berjumlah 11 kasus. Jum’at (11/4/2025). Kepada Jurnalis Karimata, Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kabupaten Pamekasan mengatakan jika kasus yang ditangani di wilayahnya pada tahun itu memang didominasi oleh kekerasan seksual.
Mencari Militansi Penanganan Kekerasan Seksual di Pamekasan
Jika melihat angka-angka dari dinas-dinas Pamekasan yang dikabarkan para jurnalis, masalah kekerasan seksual di Pamekasan bukan tidak ditangani, tapi barangkali terlalu lambat dan berbelit-belit. Atau jika boleh, kita sebut saja hanya sebatas cuci nama instansi.
Mengapa demikian? Lihat saja bagaimana laporan wanita Tlanakan yang butuh waktu 5 bulan hanya untuk beralih dari aduan masyarakat (dumas) menjadi laporan polisi (LP)? radarmadura.id (12/62025 ). Kemudian 2 perantara dari kasus pelecehan gadis (17) asal Waru sejak 3 Januari 2025 masih belum diperiksa, net88.co (30/05/2025). Serta perempuan asal Pademawu berinisial RA yang sudah 2 bulan terduga tak kunjung jadi tersangka, radarmadura.id Kamis, (17/62025).
Pantas jika jika DP3AKB Pamekasan masih mengatakan jika pencegahan kekerasan semacam ini harus dilakukan semua pihak, menjadi tanggung jawab pemerintah, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan lingkungan pendidikan. Meski, sebenarnya ada cukup banyak aktivis dan unit lembaga yang pernah mengatakan siap pasang badan terkait hal ini, rri.co.id (22/72025).
Misalnya, Azzahra Rindu Illahi (Duta Genre Pamekasan) yang pernah menyatakan akan turut andil mengedukasi publik, radarmadura.id, (25/1/2025). Juga Novi Kamelia, ia pernah mengawal kasus ibu Bhayangkari yang menjadi korban kekerasan seksual oleh suaminya, jatim.antaranews.com, (7/1/2023). Kemudian Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) di sejumlah lembaga pendidikan di Kabupaten Pamekasan, Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) di beberapa Universitas Pamekasan, dan 'Sarinah Center' milik DPC Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Pamekasan. Tapi entah apa agenda dan kegiatannya.
Perlukah Pamekasan Punya Koalisi Perempuan Indonesia atau Semacamnya?
Tanpa membandingkan indeks kasus kekerasan seksual di Sumenep dan Pamekasan yang sama-sama terbilang intens akhir-akhir ini, yang jelas nama Nunung Fitriana terbilang intens dalam menanggapi, menyoroti, mengawal dan menawarkan solusi terkait isu pelecehan seksual di Sumenep.
Misalnya dikabarkan kabarbaru.co, 20 Februari 2025 Nunung meminta agar dilakukan penerangan jalan untuk menanggulangi terjadinya pelecehan seksual di gang-gang sempit. Bahkan juga menyoroti kelayakan sarpras rumah aman dalam penyembuhan psikologis korban, radarmadura.id (14/9/2024).
Artinya, jika lembaga anti kekerasan di Pamekasan sedikit mencontoh militansi Nunung Fitriana, tentu pembentukan lembaga baru tidak dibutuhkan. Terkecuali, tidak ada jalan lain, selain membuka cabang KPI di Pamekasan. Di mana, penulis kira progres kelembagaannya, memang terlihat berdampak dan lebih aktif ketimbang yang telah ada.
Terutama menyoroti penanganan di meja kepolisian. Seperti kasus terlapor pada 11 Juni 2025 yang menimpa wanita asal Tlanakan misalnya. Dengan dugaan pelaku adalah 2 oknum anggota lembaga swadaya masyarakat (LSM), harusnya kasus itu akan mendekam 5 bulan untuk diregistrasi kepolisian, jika media dan unit-unit lain membuka suara dan aksi-aksi. Sekian. (*)
*) Penulis: Muqsid Mahfudz, lahir di Pamekasan, Madura. Penyuka aroma kopi dan sedikit aroma buku. Bisa disapa di @muqsdm.