![]() |
(Doc. AI) Ilustrasi tegakkan demokrasi kampus |
Dalam surat resmi yang telah dikirimkan ke pihak Kemahasiswaan dan Rektorat, tim menyatakan bahwa Pemira berlangsung dengan sejumlah kejanggalan teknis dan dugaan intervensi, yang dinilai mencederai asas keadilan, netralitas, dan transparansi.
“Kami menuntut agar Pemira diulang. Jika tidak, kami mendorong agar diambil jalan tengah yang adil — yaitu dengan memfakumkan BEM UNITRI selama satu tahun sebagai bentuk evaluasi menyeluruh terhadap sistem demokrasi kampus,” tulisnya dalam pernyataan tertulis.
Menanggapi situasi ini, Aliansi Mahasiswa Aktivis UNITRI menyampaikan seruan kepada Rektor agar tidak bersikap pasif atau membiarkan konflik berlarut-larut. Rektor diharapkan hadir sebagai penengah yang adil dan menjamin proses demokrasi mahasiswa berjalan sehat, jujur, dan damai.
“Rektor harus tampil sebagai sosok yang menjunjung keadilan. Jika tidak ada langkah konkret, maka kepercayaan terhadap lembaga kampus bisa runtuh,” ujar salah satu perwakilan aliansi mahasiswa unitri yang enggan disebut namanya.
Aliansi menilai bahwa demokrasi kampus bukan sekadar kegiatan rutin, tetapi bagian dari pembelajaran politik yang harus dilandasi nilai kejujuran, etika, dan tanggung jawab. Ketika sistem mulai diragukan, maka krisis legitimasi pun tak bisa dihindari.
Aliansi Mahasiswa Aktivis UNITRI menegaskan akan terus mengawal proses ini, serta mendorong seluruh pihak kampus agar berpihak pada kebenaran dan keadilan demi menjaga kondusivitas dan integritas UNITRI sebagai rumah bersama. (*)
*) Pewarta: Stevanus Anggarius, Mahasiswa Unitri Malang.
**) Seluruh isi berita, artikel, atau opini sepenuhnya tanggung penulis, tidak menjadi tanggungjawab redaksi.