![]() |
(Doc. Istimewa) Fathor Rosi, Ketua Bidang Pendidikan, HMI Cabang Malang |
Data Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) menunjukkan, hingga 19 September 2025, ribuan kasus keracunan akibat program MBG terjadi di berbagai wilayah. Kompas juga melaporkan lebih dari 5.000 siswa menjadi korban hingga pertengahan September.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mencatat terdapat 17 kejadian luar biasa (KLB) keracunan makanan MBG di 10 provinsi sejak Mei 2025. Insiden terbesar terjadi di Garut dengan 569 korban serta Banggai Kepulauan dengan lebih dari 200 korban.
Kasus ini menimbulkan kritik keras dari HMI Cabang Malang karena dianggap tergesa-gesa dalam implementasi serta lemah dalam pengawasan. Meski pihak Istana telah menyampaikan permintaan maaf, sejumlah pihak mendesak moratorium nasional program MBG.
Fathor Rosi, Ketua Bidang Pendidikan, HMI Cabang Malang menegaskan perlunya evaluasi total agar kasus serupa tidak kembali terjadi.
“Pemerintah harus melakukan evaluasi total dari program MBG secara khusus, dan program pemerintah lainnya secara umum,” paparnya.
Ia menambahkan, kegagalan ini bukan sekadar masalah teknis, melainkan ancaman serius terhadap hak anak yang dijamin konstitusi.
“Ketika makanan di sekolah justru membahayakan nyawa, negara wajib bertanggung jawab. Anak-anak berhak mendapat perlindungan dan pendidikan yang layak sebagaimana diamanatkan Pasal 28B dan 31 UUD 1945,” tegasnya.
Desakan penghentian sementara program MBG dinilai penting untuk memberi ruang audit menyeluruh. Tanpa perbaikan mendasar, program yang seharusnya menyehatkan anak justru berisiko terus membahayakan generasi muda. (Red)