![]() |
(Doc. Istimewa) Tim ekspedisi tetes bening berpose menunjuk air terjun coban maman. |
Dalam video dokumenter bertajuk Ekspedisi Tetes Bening: Misi Keempat – Coban Manan, dua host muda, Ummiatul Wahidah dan Denil Haq, menelusuri perjalanan menuju air terjun yang tersembunyi di pedalaman hutan Pujon. Mereka didampingi juru kamera Ahmad Zainuddin dari Tim Usaha Kreatif Sepesang Kita, dengan dukungan perlengkapan dari UMKM Taretan Kamera.
Meski cuaca mendung dan jalur penuh tantangan, semangat mereka tak surut.
“Kadang tersesat itu justru memberi kita jalan yang benar,” ujar Denil dalam perjalanan, setelah tim sempat tersesat di tengah hutan tanpa petunjuk arah.
Perjalanan panjang itu terbayar lunas ketika suara gemuruh air mulai terdengar di kejauhan. Di balik rimbunnya pepohonan, tampak Coban Manan menjulang dengan air jernih mengalir deras, dikelilingi tebing dan pepohonan tinggi yang memayungi suasana.
![]() |
(Doc. Istimewa) Tampak dari jauh aliran coban manan ditengah bebatuan. |
Menurut penuturan warga, nama “Manan” berasal dari bahasa Jawa kuno yang berarti “manis” atau “menenangkan”, mencerminkan kesejukan dan kedamaian suasana di sekitar air terjun. Ada juga versi cerita lain, tempat ini dahulu pertama kali ada seorang tokoh bernama Mbah Manan, yang kemudian namanya diabadikan menjadi sebutan air terjun ini.
“Coban Manan ini belum resmi menjadi destinasi wisata. Masyarakat masih ingin menjaga kelestariannya,” tutur Ummiatul Wahidah saat menjelaskan minimnya papan petunjuk jalan menuju lokasi.
Namun justru karena itu, daya tarik Coban Manan terasa begitu alami. Suasana hening, udara segar, serta suara burung dan serangga berpadu dengan gemuruh air terjun menciptakan suasana yang menenangkan, seolah membawa pengunjung kembali pada keheningan semesta.
Tim Ekspedisi Tetes Bening juga mengangkat pesan reflektif dalam perjalanannya. Ummiatul menyampaikan kalimat penuh makna.
“Sejatinya buta bukan karena mata tidak bisa melihat, bukan karena kabut yang pekat, tapi karena kita menutup pintu lebih dulu.”
Pesan itu seolah menjadi simbol perjalanan mereka, keindahan sering tersembunyi di balik kesulitan, dan untuk menemukannya, kita hanya perlu membuka diri dan berani melangkah, hidup juga begitu.
Sebelum kembali, tim melaksanakan misi utama mereka, mengambil setetes air dari sumber Coban Manan sebagai bagian dari simbol perjalanan spiritual mereka. “Airnya sangat jernih, bahkan seperti ada bintang-bintangnya,” ungkap Denil penuh takjub.
Perjalanan pulang pun dihiasi keramahan warga sekitar. Seorang petani yang mereka temui bahkan menawarkan hasil panennya.
“Kalau gobis sudah berbuah, nanti saya kasih,” ucap sang petani sederhana itu. Momen kecil ini menjadi pengingat bahwa kebaikan sering dijumpai di tempat paling sunyi sekalipun.
Ekspedisi Tetes Bening bukan sekadar dokumentasi alam, melainkan gerakan kecil mengenalkan potensi wisata tersembunyi di Jawa Timur dengan cara yang sederhana, jujur, dan penuh nilai kebersamaan.
Coban Manan kini berdiri bukan hanya sebagai air terjun indah di pedalaman Malang, tetapi juga sebagai simbol keaslian, ketenangan, dan cinta terhadap alam yang belum tersentuh eksploitasi.
“Sesekali, sebagai manusia kita perlu menepi, menikmati sunyi, dan keluar menjadi diri sendiri,” tutup narasi video itu, menjadi pesan yang relevan bagi siapa pun yang lelah oleh hiruk-pikuk dunia, dan ingin sejenak menenangkan diri di pelukan alam. (Adv)